PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam menghadapi
perkembangan hukum Islam di Indonesia, pada mulanya pemerintah kolonial Belanda
meneruskan kebijaksanaan yang telah dilaksanakan oleh VOC, mereka tidak
menganggap bahwa hukum Islam adalah suatu ancaman yang harus ditakuti.
Dengan demikian
dapat diketahui bahwa hukum Islam di Indonesia berada di tiga tempat yaitu :
1.
Tersebar dalam kitab-kitab
Fiqih yang ditulis oleh para Puqaha ratusan tahun yang lalu
2.
Berada dalam peraturan
perundang-undangan negara yang memuat hukum Islam
3.
Terdapat dalam berbagai keputusan hakim yang
telah berbentuk yurisprudensi
Diantara ketiga
hak tersebut di atas yang paling dominan terjadi adalah kontroversi antara
fiqih dengan putusan pengadilan agama. Oleh karena itu proses sosiologis
peraturan perundang-undangan masih banyak kendala dan kontroversi. Meskipun
pemerintah telah memberlakukan hukum Islam secara normatif tetapi kesadaran
masyarakat melaksanakan isi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan
agama sangat rendah.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut ada beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut
:
1.
Mengapa terjadi pembaruan hukum
Islam dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya peraturan-peraturan hukum
yang menjadi hukum kewenangan peradilan agama termasuk dalam bagian pembaruan
hukum Islam ?
2.
Bagaimana pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang menjadi kewenangan peradilan agama di Indonesia ? Apakah peraturan
perundang-undangan yang menjadi kewenangan peradilan agama telah berperan aktif
dalam pembaruan hukum Islam ?
3.
Bagaimana peranan hakim
peradilan agama dalam melaksanakan pembaruan hukum Islam di Indonesia ?
4.
Bagaimana penerimaan masyarakat
Islam terhadap peraturan-peraturan hukum yang menjadi kewenangan peradilan
agama dan putusan-putusan peradilan agama dalam pembaruan hukum Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Pembaruan Hukum Islam
Dalam literatur hukum Islam
kontemporer. Kata tajdid yang diartikan sebagai pembaruan lebih tepat
dipergunakan karena lebih sepadan dan komprehensip.
Menurut Masjfuk
Zuhdi kata tajdid lebih komprehensip pengertiannya sebab kata tajdid terdapat 3
unsur yang saling berhubungan, yaitu :
1.
Al-Sadah, artinya mengembalikan
masalah-masalah agama terutama yang bersifat khilafiah kepada sumber ajaran
agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2.
Al-Ibanah, artinya purifikasi
atau pemurnian ajaran agama Islam dari segala macam bentuk Bid’ah dan khurafat.
Serta pembebasan berpikir (liberilisasi) ajaran Islam dari panatik mazhab,
aliran, ideologi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam
3.
Al-Ihya, artinya menghidupkan
kembali, menggerakan, memajukan dan memperbarui pemikiran dan melaksanakan
ajaran Islam.
Masalah-masalah
hukum yang perlu diperbarui (difadidkan) adalah sebagai berikut :
-
Manhaz Illahi baik tentang
akidah, syariah atau ahlaq untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dan
hubungan antara manusia dengan manusia.
-
Fikrah atau pemikiran dan
syahsyah yang terus maju
Bukan agama Allah
yang ditadjidkan menurut hadits tetapi agama mansuia, agar mansuai tetap
bertambah kokoh iman dan pengalamannya. Iman dan Islamnya yang telah usang
menjadi baru kembali sesuai dengan perkembangan zaman.
Suatu pembaruan
harus mampu mengembalikan gaya Islam yang sesuai dengan bahasa masa, mengena
bagi seluruh masyarakat, perlu terhadap tren zaman, mempunyai karakteristik
Islam dan kepribadian masyarakat merektualisasi pemikiran, menghidupkan
pembaruan dan meluruskan pemahaman adalah langkah awal pembaruan yang
dicita-citakan.
Dari beberapa
pengertian tentang pembaruan sebagaimana tersebut di atas, pembaruan hukum
Islam dapat diartikan sebagai upaya dan perbuatan melalui proses tertentu
dengan penuh kesungguhan yang dilakukan oleh mereka yang mempunyai komptensi
dan otoritas dalam mengembangkan hukum Islam dapat tampil lebih segar dan
modern, tidak ketinggalan zaman.
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembaruan
Pembaruan hukum
Islam telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berpose dengan kondisi
dan situasi serta sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini disebabkan karena
norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqih sudah tidak mampu lagi
memberikan soslusi terhadap berbagai masalah.
Menurut para
pakar hukum Islam di Indonesia, pembaruan hukum Islam yang terjadi saat ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1.
Untuk mengisi kekosongan hukum
karena norma-norma yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih tidak mengaturnya,
sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum terhadap masalah yang baru
terjadi itu sangat mendesak untuk diterapkan.
2.
Pengaruh globalisasi ekonomi
dan IPTEK sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya, terutama
masalah-masalah yang belum ada aturan hukumnya.
3.
Pengaruh reformasi dalam
berbagai bidang yang memberikan peluang kepada hukum Islam untuk bahan acuan
dalam membuat hukum nasional.
4.
Pengaruh pembaruan pemikiran
hukum Islam yang dilaksanakan oleh para mujtahid baik tingkat internasional
maupun tingkat nasional, terutama hal “yang menyangkut perkembangan Ilmu
Pengetahun dan Teknologi”.
Adanya faktor
penyebab terjadinya pembaruan hukum Islam sebagaimana tersebut di atas
mengakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat
Islam, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial budaya, dan sebagainya. Faktor-faktor
tersbut melahirkan sejumlah tantangan baru yang harus dijawab sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya pembaruan hukum Islam. Untuk mengantisipasi
masalah ini maka ijtihad tidak boleh berhenti dan harus terus menerus
dilaksanakan untuk mencari solusi terhadap berbagai masalah hukum baru yang
sangat diperlukan oleh umat Islam. Hal
ini penting untuk dilaksanakan karena perubahan tersebut melahirkan simbol
sosial dan kultural yang secara eksplisit tidak dimiliki oleh symbol keagamaan
yang telah mapan yang apabila dibiarkan akan menjauhkan umat Islam dari
norma-norma agama.
Untuk
mengantisipasi faktor-faktor penyebab sebagaimana tersebut di atas, ada
beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu :
1.
Mengadakan kajian secara
komprehensif terhadap seluruh tradisi alam, baik yang bersifat fenomena
tradisional maupun Islam modernis dalam berbagai aspek
2.
Menggunakan kajian ilmiah
kontemporer tanpa mengabaikan khazanah intelektual Islam klasik
3.
Memasukan masalah keyakinan ke
dalam pertimbangan pada saat menginterprestasikan Al-Qur’an dan Al-Sunah.
4.
Mengembangkan fiqih Islam
dengan cara memfungsikan kembali pembaruan baik individual maupun kolektif
sehingga dapat menghasilkan materi hukum yang sesuai dengan modernisasi masyarakat
Islam
5.
Menyatukan pendapat diantara
madzhab-madzhab tentang berbagai masalah hukum Islam.
C. Pernanan Ijtihad Dalam pembaruan Hukum Islam
Secara etimologi “Ijtihad”
berarti al-Thaqah yaitu tenaga, kuasa dan daya, menurut arti harfiah, ijtihad
berarti mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha dengan sungguh-sungguh
bekerja dengan semaksimal mungkin untuk mendapat sesuatu yang diharapkan.
Menurut
pengertian secara sempit yaitu Ijtihad ialah membandingkan suatu hukum dengan
hukum yang lain. Sedangkan secara luas yaitu mempergunakan segala kesanggupan
untuk mngeluiarkan hukum syara dari kitabullah dan hadits. Melalui pemikiran
dan penelitian yang serius.
1.
Pelaku pembaruan hukum Islam
adalah orang yang memebuhi kualitas sebagai mujtahid
2.
Pembaruan itu dilakukan di
tempat-tempat Ijtihad yang dibenarkan oleh syara
Seorang
mujtahid harus memiliki beberapa kriteria kemampuan yang telah ditetapkan
antara lain :
1.
Harus mengetahui dan memahami
makna ayat hukum dalam Al-Qur’an dan hadits
2.
Mengetahui bahasa Arab
3.
Mengetahui metodologi qiyas
dengan baik
4.
Mengetahui kaidah-kaidah ushul
dengan baik dan juga harus mengetahui dasar-dasar pemikiran yang mendasari
rumus-rumus kaisah tersebut.
Dengan demikian
peranan Ijtihad sangat besar dalam pembaruan hukum Islam. Pembaharuan tidak
mungkin dilaksanakan tanpa ada mujtahid yang memenuhi syarat untuk
melaksanakannnya. Jika proses ijtihad dapat dilaksanakan dalam proses pembaruan
hukum Islam secara benar maka hukum yang dihasilkan dari proses ijtihad itu
akan benar pula.
D. Metode Ijtihad Dalam Pembaruan Hukum Islam
Dalam waktu yang bersamaan
muncul pemikiran Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amar Al-Madany
(93 – 179 H) beliau adalah salah satu murid dari Imam Rabi’ah Ar-Rayu seorang ahli
Fiqih dari generasi Tabi’in. Imam Malik Juga melahirkan metode baru dalam
kemajuan hukum Islam yang dipergunaan dalam berijtihad. Metode ijtihad yang
dikembangkan adalah metode istishlah yaitu menyelesaikan segala persoalan hukum
yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam nash dengan mengacu pada
kemaslahatan umum manusia yang bertumpu pada maqasid al-syariah.
Selain metode
ijtihad yang dikembangkan kedua tokoh tersebut. Ada juga metode yang dikembangkan oleh
Muhamad bin Idris Al-Syafii. Beliau adalah murid Imam Malik yang berbeda dengan
gurunya dalam melakukan kajian Islam. Dalam melaksanakan Ijtihad, beliau
mengguanakan hadits-hadits sejauh kriteria sebagai hadis tidak ditentukan oleh
sejumlah perawai yang terlibat dalam periwayatan hadits-hadits tersebut.
E. Konsep Pembaruan
Hukum Islam Dalam Periwayatan Hadits-Hadits Tersebut.
Langkah awal yang dilaksanakan
Oleh para pembaru hukum Islam di Indonesia adalah mendobrak paham ijtihad telah
tertutup dan membuka kembali kajian-kajian tentang hukum Islam dengan metode
komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Hasby
ash-Shidieqqy dalam rangka pembaruan hukum Islam di Indonesia perlu
dilaksanakan metode tafiq dan secara selektif memilih pendapat mana yang cocok
dengan kondisi Indonesia .
Di samping itu perlu digalakan metode konmprehensif yaitu metode
memperbandingkan satu pendapat dengan pendapat lain dari seluruh aliran hukum
yang ada/yang penah ada. Dan memilih yang lebih dekat kepada kebenaran serta
didukung oleh dalil yang kuat. Jika parahakim tidak menemukan dalil dalam
kitab-kitab Fiqih terhadap suatu kasus yang sedang diperiksanya biasanya para
hakim mengambil dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku jika dalam
peraturan-peraturan perundang-undangan tidak ditemukan barulah para hakim
melaksanakan ijtihad untuk menetapkan suatu hukum.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan
pembahasan yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Sebelum kedatangan penjajah
Belanda ke Indonesia
hukum Islam merupakan hukum positif di kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Keberadaan hukum Islam pada mulanya mendapat pengakuan dari Pemerintah Belanda,
sesuai dengan teori Receptie In Complexiv” yang menyatakan bahwa hukum Islam
boleh berlaku kalau sudah beradaptasi dulu dengan hukum adat.
2.
Pembaruan hukum Islam di
negara-negara Islam dimulai sejak abad ke-13
H. Negara pertama yang melakukan pembaruan hukum Islam adalah Turki Usmani
dengan melakukan kodifikasi berbagai masalah hukum Islam untuk menjadi pegangan
hakim dalam memutus perkara.
3.
Pembaruan hukum Islam terjadi
di Indonesia
yang disebabkan karena adanya perubahan kondisi, situasi tempat dan waktu.
4.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi
kewenangan peradilan agama sudah berperan aktif dalam pembaruan hukum Islam di
Indonesia.
5.
Peran hakim perdilan agama
dalam melaksanakan pembaruan hukum Islam cukup besar.
6.
Masyarakat Islam dapat menerima
pembaruan hukum Islam. Melalui perundang-undangan maupun melalui
putusan-putusan pengadilan agama. Penerimaan ini didasarkan kepada suatu
kenyataan bahwa hukum Islam sebagai hasil pembaruan itu sudah sesuai dengan
cita hukum dan rasa keadilan.
B. Saran
Berdasarkan sebagaimana yang telah diuraikan seyogianya
para pemilik otoritas dalam perumusan dari penetapan hukum, baik yang bersifat
keagamaan atau pemerintah hendaknya dalam merumuskan hukum itu bersifat
hati-hati dan keseriusan sehingga tidak terjebak kepada penetapan hukum yang
sekular dengan dalih untuk kemaslahatan umat. Apabila hendak dilakukan ijtihad
terhadap suatu masalah hukum (Individual atau kolektif) hendaknya dilakukan
persiapan yang sempurna, mulai dari yang tulus, motivasi yang benar, menguasai
ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber hukum, menguasai ilmu ushul fiqih
sebagai alat istinbat hukum dan perlu mengetahui dan menguasai ilmu pengetahuan
yang terkait dengan peristiwa hukum yang akan diijtihad.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Nasution, Harun. Pembaruan
Hukum Islam, Pemikiran dan Gerak. Jakarta
; Bulan Bintang cet-4. 1986.
-
Nasution, Lah Mudin. Pembaruan
Hukum Islam Dalam Mazhab Syafii. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya. 2001.
-
Mubarok, Jain, Metodologi
Ijtihad Hukum Islam. Yogyakarta . Ull Press.
2002.
-
Mas’adi, Gufron. A. Pemikiran
Fazlur Rahman Tentang Metodologi, Pembaruan Hukum Islam. Jakarta ; Raja Grafindo Persada. 1998.
Tag :
Makalah
0 Komentar untuk "Makalah Reformasi Hukum Islam Di Indonesia "
Silahkan tinggalkan komentar Anda, terima kasih